Sepuluh museum Belanda yang berkaitan dengan Indonesia (selain Rijksmuseum)
- Shu Khurniawan
- May 6, 2020
- 8 min read
Updated: May 30, 2020
Relasi Indonesia dan Belanda, entah yang baik maupun buruk, sejak kedatangan VOC di Banten tahun 1595 hingga berakhirnya perang Indonesia-Belanda tahun 1949 tentunya melahirkan banyak kisah antara keduanya. Objek-objek sejarah dan budaya yang dikumpulkan selama ratusan tahun, yang umumnya berjalan satu arah, dari Indonesia ke Belanda, sekarang banyak diletakkan di ruang eksibisi museum-museum Belanda.
Orang Indonesia yang datang ke Belanda sesungguhnya tidak asing akan fakta ini. Namun, sebagai turis, tidak banyak yang berkeinginan menelusuri sejarah Indonesia di negeri kincir angin ini. Jika pun demikian, biasanya mereka hanya mengunjungi Rijksmuseum di Amsterdam, salah satu pusat atraksi turis terbesar Belanda. Padahal, banyak sekali situs dan museum-museum Belanda yang memiliki relasi sejarah dengan Indonesia. Di artikel kali ini, saya akan membahas beberapa museum dengan koleksi Indonesia yang pernah saya kunjungi.
1. Museum Volkenkunde, Leiden
Museum Volkenkunde, bersama dengan Tropenmuseum, Wereldmuseum dan Afrika Museum berada di bawah organisasi Nationaal Museum van Wereldculturen (NMVW). Bertempat sekitar lima menit berjalan kaki dari stasiun Leiden Centraal, Museum Volkenkunde menyimpan banyak koleksi Indonesia dari masa ke masa. Saking banyaknya koleksinya, pandangan media massa di Indonesia umumnya langsung tertuju pada koleksi Volkenkunde saat ada isu artefak asal Indonesia yang hilang atau bermasalah. Misalnya saja, saat melaporkan tengkorak Lemang Dehman yang hilang, media Indonesia langsung menduga keberadaannya di Volkenkunde (atau tertulis Museum Leiden), padahal tengkoraknya berada di museum lain.
Di Volkenkunde, koleksi Indonesia dipamerkan di sayap utara museum, tepatnya di sebelah kanan pintu masuk. Koleksi yang dipamerkan di antaranya patung kerajaan Singasari, wayang dari Jawa, patung leluhur dari Nias, keris dari Bali, pustaha Batak dan perhiasan rampasan Perang Lombok dan Bali. Yang tak kalah menarik adalah boneka-boneka keberagaman suku Indonesia yang dipersembahkan kepada Ratu Wilhelmina saat ulang tahunnya yang ke-13. Terkadang juga diselenggarakan eksibisi temporer koleksi Indonesia, misalnya pameran patung-patung dan perlengkapan ritual dari tembaga, pameran tentang Bali, dll.
Koleksi Indonesia-nya sendiri dapat dijelajahi dalam waktu 30 menit hingga 1 jam. Setelah puas berkeliling, pengunjung dapat menikmati kudapan dan teh segar di cafe museum sembari membaca buku-buku seputar koleksi budaya dan sejarah Indonesia di Belanda.
(Foto gedung museum diambil dari Wikipedia, selebihnya dokumentasi penulis)
2. Tropenmuseum, Amsterdam
Berjarak sekitar 15 menit naik trem dari Rijksmuseum, Tropenmuseum memamerkan koleksi Indonesia yang sangat ekstensif dan tidak boleh terlewatkan. Bahkan, satu lantai penuh didedikasikan untuk koleksi Indonesia. Kita bisa melihat berbagai diorama dan patung lilin dari tokoh-tokoh baik penduduk 'pribumi', orang Belanda, maupun Indo-Belanda yang tinggal di Indonesia. Kehidupan sehari-hari, diorama perdagangan tempo doeloe, beragam kebiasaan serta tradisi yang ada di Indonesia juga dikemas dalam narasi yang menarik. Salah satu sesi bahkan didedikasikan untuk pendidikan Indonesia dengan mengedepankan sosok Kartini, lengkap dengan koleksi buku-buku pelajaran dari zaman kolonial dulu. Kegiatan ekspedisi budaya dan koleksi benda alam (fosil, rempah-rempah, dll) dan misi penginjilan diberikan tempat khusus. Tak hanya itu, juga ditampilkan rekonstruksi ruang kerja, lemari koleksi (cabinet of natural curiosities), bahkan diorama ekspedisi zaman kolonial yang dibangun secara detail. Yang tidak boleh terlewatkan adalah koleksi patung zaman Hindu-Buddha yang kondisi preservasinya sangat sempurna, keris dan perlengkapan ritual dari berbagai daerah, dan pustaha Batak yang sangat indah dengan hiasan naga di sampulnya.
(Foto gedung museum diambil dari Wikipedia, selebihnya dokumentasi penulis)
3. MUSEON, Den Haag
Museum ini bertemakan pameran edukasi yang dapat dinikmati oleh anak-anak dan orang dewasa. Pamerannya berkisar dari budaya dunia, sejarah alam Belanda, hingga perkenalan terhadap isu-isu krusial di seluruh dunia, misalnya global refugees, LGBT, memori kekejaman Nazi, obesitas dan kesehatan, hingga kesetaraan gender dan ras. Koleksi Indonesia-nya (kebanyakan wayang) sebenarnya tidak terlalu menonjol dan tidak dihimpun ke dalam kluster tertentu, melainkan tersebar dan dikaitkan dengan budaya dunia lainnya. Inilah nilai jual dari kuratorial MUSEON, yang tidak memandang sebuah budaya sebagai fenomena yang eksklusif dan dominan, namun menempatkannya dalam derajat yang setara dengan budaya lainnya. Koleksinya secara umum sangat overwhelming karena tema yang diangkat juga bervariasi, oleh karena itu apabila ingin melihat semua koleksinya dengan detail, harus diluangkan waktu sehari penuh.
4. Batavialand, Lelystad
Batavialand berlokasi di pinggir laut Lelystad, sekitar dua jam dari Amsterdam dengan kereta+bus. Meskipun memakan waktu perjalanan, Batavialand punya banyak daya tarik yang sayang bila dilewatkan begitu saja. Di tempat ini, terdapat replika kapal VOC "Batavia" yang mengangkat sauh dari Amsterdam menuju Hindia Belanda pada tahun 1628 (namun karam di pantai Australia sebelum sampai ke Batavia) dan juga museum yang membahas aspek maritim Belanda sepanjang sejarah. Menjelajahi kapal Batavia memberikan sensasi tersendiri, terlebih bagi anak-anak karena bisa bereksplorasi sebagai pelaut. Orang tua mungkin harus berhati-hati karena terkadang harus menunduk bahkan merangkak untuk menjelajahi ruangan kapal. Aroma rempah-rempah yang kuat di gudang kapal membuat pengalaman menjadi lebih interaktif dan nyata. Ini mungkin terkesan lucu, namun yang tidak boleh dilewatkan adalah mencari toilet tersembunyi di dalam kapal dan membayangkan bagaimana situasi pelaut saat buang air ketika berlayar. Selain kapal dan museum, juga tersedia banyak workshop yang bisa dinikmati bersama anak-anak. Apabila letih berkeliling museum dan berfoto di kapal, kita bisa memanjakan mata dengan berbelanja barang-barang branded dengan diskon besar di factory outlet Batavia Stad tepat di sebelahnya. Pemandangan sunset di pelabuhan Batavialand sangat indah dan romantis, jadi tidak disarankan untuk pulang sebelum matahari tenggelam, meskipun harus tetap waspada mengecek jadwal keberangkatan bus ke stasiun Lelystad yang jumlahnya terbatas.
hack fact: replika kapal Batavia lain ada di Scheepvaartmuseum Amsterdam, barangkali bisa menjadi alternatif jika tidak berkesempatan mengunjungi Lelystad.
5. Museum Bronbeek, Arnhem
Bronbeek adalah museum yang membahas seputar kolonialisme Belanda dan militer KNIL. Letaknya sangat jauh, tepatnya di Arnhem, kota di ujung timur Belanda dekat dengan perbatasan Belanda-Jerman. Walaupun begitu, museum ini sangat direkomendasikan bagi para penikmat sejarah. Koleksinya yang dipamerkan lumayan beragam meskipun tidak begitu banyak karena mayoritas berada di depot museum, yang baru akan ditampilkan saat ada eksibisi temporer tematik. Di museum ini, kita bisa belajar tentang perkembangan kolonialisme, kehidupan militer zaman kolonial, kisah berbagai perang dan perkembangan relasi Indonesia-Belanda saat Perang Dunia II, Perang Kemerdekaan, dan relasi politik setelahnya. Narasi yang diangkat pun mulai mengarah ke dekolonisasi, di mana perspektif Indonesia juga semakin dimunculkan ke permukaan. Hal ini menarik diperhatikan mengingkat di dalam kompleks Museum Bronbeek juga ada rumah pensiunan militer dan veteran perang. Bisakah kita bayangkan reaksi para veteran ini saat melihat narasi-narasi museum yang semakin pro-Indonesia, sementara di sisi lain dapat menimbulkan sentimen bahwa perjuangan mereka adalah sesuatu yang "salah"? Jika lelah mengelilingi museumnya, kita bisa berjalan-jalan di kompleks sekitar museum, menikmati pemandangan kebun yang indah dengan bunga warna-warni, arsitektur bangunan bergaya kolonial-Indonesia atau menikmati makanan khas Indonesia-Belanda di restoran sembari berbincang bersama staf Kumpulan, organisasi perkumpulan veteran militer dan keluarga ex-KNIL.
(Foto gedung museum diambil dari defensie.nl dan dokumentasi penulis)
6. Sophiahof Museum, Den Haag
Sophiahof Museum berlokasi di Den Haag, tidak jauh dari Peace Palace. Museum yang baru diresmikan tahun 2019 ini dibentuk berkat inisiatif dari Indisch Herinneringscentrum, Museum Maluku dan beberapa organisasi lainnya untuk menjaga memori sejarah Indonesia-Belanda. Sejauh ini, Sophiahof tidak memamerkan koleksi permanen, melainkan eksibisi temporer yang diadakan cukup menarik. Oleh karena itu, saya menyarankan pengunjung untuk terlebih dahulu mengecek eksibisi yang sedang berlangsung. Di lantai atas museum ini, kita bisa mengunjungi perpustakaan untuk melihat arsip tentang komunitas Indonesia dan Belanda serta mengunjungi kantor Indisch Herinneringscentrum dan berdiskusi bersama stafnya.
7. Royal Palace (Koninkijk Paleis) Amsterdam
Royal Palace Amsterdam adalah istana resepsi resmi raja/ratu Belanda dan dapat dikunjungi dengan berjalan kaki sekitar 7 menit dari stasiun Amsterdam Centraal. Royal Palace dapat dikenali dari ramainya lapangan Dam Square di depannya dan Nieuwe Kerk di sebelahnya. Karena biasanya antrian masuk istana ini sangat panjang, akan lebih baik apabila pengunjung bisa membeli tiket online atau menggunakan Museumkaart serta datang lebih awal. Pemandangan di dalam istana cukup megah, sehingga sayang untuk dilewatkan. Istana ini memiliki kaitan yang erat dengan Indonesia karena selain menampilkan sejarah kolonisasi yang keuntungannya digunakan untuk membangun banyak bangunan bersejarah di Amsterdam (termasuk istana ini?), upacara penyerahan kedaulatan Indonesia antara Ratu Wilhelmina dengan Mohammad Hatta juga dilangsungkan di salah satu ruangan istana ini. Karena dipenuhi kisah sejarah yang penting, pengunjung sangat dianjurkan untuk mengambil audio guide di pintu masuk.
(Foto diambil dari Wikipedia dan inyourpocket.com)
8. Museum Het Ursulineconvent, Eijsden
Selain eksplorasi budaya di tanah koloni, Belanda juga terkenal dengan eksplorasi objek alamnya, terlebih fosil dari Indonesia. Salah satu ahli arkeologi/paleontologi Belanda yang terkenal dengan ekskavasinya di Indonesia adalah Prog. Eugene Dubois. Pada tahun 1891, ia menemukan spesimen tengkorak, gigi, dan tulang paha Homo erectus (dulu: Pithecanthropus erectus) pertama di dunia. Dubois lahir dan besar di Eijsden, sebuah desa kecil di ujung tenggara Belanda dekat perbatasan dengan Jerman dan Belgia, beberapa kilometer ke arah selatan dari Maastricht. Oleh karena itu, salah satu sisi museum ini didedikasikan untuk Dubois, putra daerah Eijsden yang mengharumkan nama Belanda di dunia sains.
Sebelum dijadikan museum, gedung ini digunakan sebagai biara suster-suster Ursulin. Lantai dasar museum ini menampilkan riwayat hidup dan kontribusi Dubois kepada dunia sains. Tepat di seberang museum ini adalah rumah di mana Dubois lahir dan tumbuh dewasa, sebelum melanjutkan studi dan bekerja di Amsterdam, kemudian mencari peruntungan ilmiahnya di Hindia Belanda. Pameran tentang Dubois dimulai dengan genealoginya, konteks prasejarah Eijsden dan bagaimana Dubois tertarik berkarya di dunia perfosilan. Kemudian, juga dipamerkan replika peninggalan Dubois di Trinil, Jawa Tengah, seperti monumen lokasi penemuan Pithecanthropus, gazebo rumah tempat ia memamerkan temuannya, dan juga replika rekonstruksi manusia purba Pithecanthropus yang diberi nama Piet. Di ruangan ini juga diputar musik gamelan dan musik tradisional Jawa, sehingga benar-benar menampilkan situasi yang dialami Dubois selama ekpedisinya. Selain itu, juga dibahas makna penemuan Dubois dari segi sains hingga penelitian koleksinya yang masih berlangung hingga hari ini.
Selain eksibisi Dubois, juga dipamerkan diorama kehidupan di Eijsden, genealogi berbagai tokoh penting di Belanda seperti raja dan ratu, Charlemagne, dan masih banyak lagi. Di lantai atas, ditampilkan kondisi biara ketika masih digunakan oleh para suster, serta berbagai kisah sejarah daerah Eijsden.
9. Naturalis Biodiversity Center, Leiden
Masih seputar Eugene Dubois, fosil asli dari Pithecanthropus erectus dipajang di salah satu ruang sejarah manusia di Museum Naturalis. Penataan fosilnya sangat menarik, sebab spesimen tulang dan rekonstuksi manusia purbanya ditampilkan bersebelahan dan dengan sedikit trik pengaturan optik, kita dapat melihat proyeksi tulang ke rekontruksinya dan sebaliknya. Tepat di bawahnya, ada fosil kerang asli dengan goresan zig-zag buatan Homo erectus Jawa, yang sejauh ini dikenal sebagai karya seni tertua di dunia dengan umur 500 ribu tahun yang lalu. yang tak kalh menarik adalah rekonstruksi terbaru Homo erectus dengan pose yang manja menggoda. Di bagian depan ruangan ini, diputar film animasi kehidupan Dubois hingga penemuannya yang fenomenal. Jangan lupa untuk menikmati arsitektur uniknya yang terinpirasi dari pola geometris alam, yang beberapa hari setelah pembukaannya, langsung memenangkan Rijnland Architecture Prize 2019.
(Foto gedung museum diambil dari Naturalis.nl, selebihnya dokumentasi penulis)
10. Westfries Museum, Hoorn
Meskipun Westfries cukup terkenal di kalangan ahli sejarah Indonesia, museum ini jarang dikunjungi oleh orang Indonesia, terlebih lagi turis karena untuk mengunjungi museum ini, kita harus naik kereta yang relatif lebih lambat (Sprinter) dari kereta umum selama setengah jam dari Amsterdam. Westfries terletak di Hoorn, kota kelahiran Jan Pieterszoon Coen, petinggi VOC dan gubernur jenderal Hindia Belanda (1618-1623). Hoorn adalah salah satu kota basis VOC yang sangat penting di jaman keemasannya. Oleh karena itu, suasana glorifikasi kolonialisme masih kental terasa, terlebih dengan berdirinya patung Coen di alun-alun seberang museum, meskipun kerap kali diprotes keberadaannya dan bahkan pernah divandalisasi.
Westfries menampilkan berbagai koleksi dari negeri koloni, misalnya awetan hewan-hewan eksotis, peta kota tua Batavia, dan juga rempah-rempah. Namun, yang paling banyak dipamerkan adalah perlengkapan kristal dan perak yang digunakan komunitas VOC untuk kehidupannya sehari-hari, berbagai replika kapal, ruangan dengan rekonstruksi kantor, rumah, dan ruang makan pada zaman keemasan (The Golden Age). Lukisan-lukisan zaman Renaissance dan karpet-karpet mahal dengan tampilan wajah para petinggi VOC juga pasti menarik bagi para pecinta seni. Kondisi museum berada di bangunan tua yang dikonservasi, sehingga berhasil mempertahankan suasana zaman abad ke-18 dan ke-19. Bagi saya, ruangan yang paling menarik (dan paling kelam) adalah penjara sempit di loteng dan juga ruangan yang menampilkan konten kolonialisasi Hindia Belanda.
Sebelum mengunjungi Westfries, ada baiknya mengecek eksibisi yang sedang berlangsung. Saat saya datang ke Westfries bulan Agustus 2019, sedang ada eksibisi sejarah dan perkembangan kota Depok yang komprehensif dan dikemas secara menarik! Juga, jangan lupa untuk mengambil audio guide berbahasa Inggris karena umumnya label yang ditampilkan berbahasa Belanda. Setelah selesai mengelilingi museum, kita bisa berjalan-jalan di kota Hoorn yang cukup kental dengan suasana tradisionalnya, berkunjung ke kapal VOC "Halve-Maan", menikmati senja di tepi pelabuhan ataupun sekadar minum-minum di bar tua dengan arsitekturnya yang menawan.
(Foto gedung museum diambil dari Naturalis.nl, foto eksibisi dari dokumentasi penulis)
Selain sepuluh museum di atas, masih banyak museum-museum yang berkaitan dengan sejarah Indonesia-Belanda, di antaranya: Nationaal Militair Museum Soest, Wereldmuseum Rotterdam, Multatuli Museum Amsterdam, Amsterdam Museum, Nieuwekerk dan Oudekerk Amsterdam, Verzetsmuseum Amsterdam, Scheepvaartmuseum Amsterdam, dan Noordeinde Paleis Den Haag (Indisch Zaal).
Bagi para pecinta sejarah, ketimbang pergi ke lokasi turis yang ramai seperti Zaanse Schans, Keukenhof, Kinderdijk atau Giethoorn, mungkin berminat menjelajahi museum-museum ini saat berada di Belanda?
留言