Gali-gali berhadiah di Schöningen
- Shu Khurniawan
- May 2, 2020
- 7 min read
Updated: Jul 25, 2021
Bagi peneliti arkeologi, paleontologi, dan geologi, bekerja di lapangan adalah kewajiban sekaligus privilege yang besar. Tidak salah kalau dibilang kita besar di lapangan dan dibesarkan oleh lapangan. Pengalaman pertama terjun ke situs penelitian selalu berkesan, entah itu baik atau buruk. Ada yang akhirnya balik badan say goodbye dengan kerja lapangan, ada juga bahkan jatuh cinta dan menolak menikah demi bisa kerja di lapangan (true story). Saya? Bisa dibilang ada di tengah-tengah. Meskipun saya senang bekerja di museum, memilah fosil, mengambil foto dan analisis software, akan tiba masa-masa kangen terjun ke lapangan, memakai kaos dan celana pendek, memainkan tanah di balik kuku, berteriak kegirangan ketika menemukan fosil utuh, dan mengakhiri hari dengan bir dingin (well, waktu masih di Eropa).
Masa PSBB ini benar-benar menguji iman. Dikurung di rumah dan dibatasi ruang geraknya membangkitkan kembali semangat nge-lapang saya, lebih-lebih ketika cabin fever mulai menyerang. Akhirnya hari ini saya membongkar foto-foto penelitian lapangan di Schöningen dua tahun lalu. Di Eropa, penelitian lapangan biasa dilakukan saat liburan musim panas (summer break), saat suhu sedang tinggi-tingginya, cuaca sedang nyaman-nyamannya, dan badan sedang bagus-bagusnya (that summer body goal, tho!). Kalau di Indonesia, bebas kapan pun, asalkan tidak musim hujan.
Sekilas tentang Situs Schöningen
Schöningen terletak di antara Hanover dan Berlin, Jerman, sekitar 5 jam perjalanan menggunakan mobil dari Leiden. Situs ini tidak sengaja ditemukan pada tahun 1983 ketika sebuah perusahaan tambang batu bara menemukan benda-benda arkeologi di lahan galiannya, yang kemudian ditindaklanjuti dengan beberapa kali rescue excavation. Banyaknya temuan historis dan penelitian arkeologi tidak cepat menyebabkan perusahaan tambang ini protes karena proyeknya harus ditunda beberapa kali. Setelah melewati diskusi panjang, pada tahun 1994, pihak perusahaan setuju untuk menyisakan sepetak lahan untuk penelitian arkeologi, sementara pekerjaan tambang dilanjutkan kembali, tidak peduli seberapa banyak temuan arkeologi ada di kavling-nya. Awalnya, hanya ditemukan benda-benda berumur Holosen. Namun sejak 1992, peneliti berhasil menggali hingga lapisan Pleistosen yang lebih tua [1]. Inilah titik balik situs Schöningen yang kemudian melejitkan popularitasnya di dunia arkeologi dan paleontologi.
Temuan terpenting Schöningen di antaranya adalah beberapa buah Klämmschäfte (tongkat genggam), Wurfholz (tongkat lempar), dan tombak kayu. Benda-benda ini sangat spesial karena temuan alat kayu di situs-situs Eropa lain umumnya patah, rapuh, atau konteksnya (umur, lokasi, dan fungsinya) tidak jelas. Di Schöningen, semua alat kayu ditemukan dengan konteks yang jelas dan kondisi preservasi yang sempurna. Menariknya lagi, tulang-tulang hewan ditemukan sangat melimpah, saling menumpuk, dan tidak jarang berasosiasi dengan alat kayu, sebuah indikasi bahwa hewan-hewan ini diburu oleh Homo sapiens penghuni Schöningen sekitar 337-300 ribu tahun yang lalu [2].
Lokasi dan kondisi situs Schöningen (credit: Serangeli et al. 2015 [3])
Dulunya, Schöningen adalah sebuah danau luas yang dikelilingi oleh pohon birch dan semak belukar, habitat yang ideal untuk hewan-hewan Zaman Es. Analisis geologi dan distribusi spasial fosilnya menyimpulkan bahwa akumulasi tulang hewan dan artefak yang saling menumpuk terbentuk ketika hewan-hewan mati, terbawa arus tepi danau, membusuk kemudian tertutupi oleh batuan sedimen [4]. Selain itu, faktor antropologis juga tak kalah penting. Kemungkinan besar manusia memburu hewan-hewan yang lengah saat minum di pinggir danau, menguliti dan mengekstrak dagingnya, kemudian membuang tulang dan perlengkapan berburunya ke danau, atau bahkan memakannya langsung di tepi danau. Hewan-hewan besar yang ratusan ribu tahun yang lalu pernah hidup di Schöningen diantaranya saber-tooth cat (Homotherium latidens), rubah (Vulpes vulpes), serigala (Canis lupus), gajah (Palaeoloxodon antiquus), kuda (Equus mosbachensis dan E. hydruntinus), badak (Stephanorhinus kirchbergensis dan S. hemitoechus), rusa (Megaloceros giganteus dan Cervus elaphus), dan bison (Bison primigenius dan B. priscus) [5].
Schöningen Zooarchaeology Project 2018
Hari 1 (11 Juni 2018): Kami berangkat dari Leiden sekitar jam 10 pagi dengan mobil. Tim kami tidak banyak, hanya 2 dosen, 1 asisten lab, 4 mahasiswa yang siap disuruh ini-itu. Sekitar jam 15.00, kami tiba di Schöningen dan langsung menuju pusat kota. Sambil menunggu tim dari Museum Paläon Schöningen dan beberapa universitas di Jerman, kami berkeliling melihat arsitektur tradisional Jerman sambil menikmati es krim traktiran dosen! Selanjutnya, kami diantar ke sebuah hostel di pinggiran kota dan malam harinya mempersiapkan perlengkapan ekskavasi.
Hari 2 (12 April): Berkenalan dengan The Boys von Schöningen, tim beranggotakan empat laki-laki berbadan besar yang sedari awal tahun 90an sudah ikut menggali di Schöningen, bahkan tinggal on site. Atas dedikasi mereka, profesor saya, Thijs, bahkan pernah menulis sebuah buku berisikan tulisan, kenangan, dan foto-foto mereka. Kami lalu diantar The Boys mengelilingi situs. Tugas kami tahun ini ada dua: (1) Ekskavasi di situs Schöningen III dan (2) wet sieving sedimen di Schöningen II untuk mencari mirkofauna. Schöningen II adalah situs yang sudah dipelajari bertahun-tahun, tempat ditemukannya fosil dan tombak kayu, sementara Schöningen III adalah situs yang masih fresh namun mengandung fosil-fosil yang kondisinya lebih baik. Setelah makan siang, tim dari Leiden, Schöningen, Tilburg, dan Paläon berfoto bersama.

Hari 3 (13 April): Hari ini kami kami berjalan kaki dari situs ke Paläon untuk menghadiri konferensi terbatas. Tim dari berbagai universitas, museum, dan institusi pemerintahan berkumpul setiap tahunnya untuk update penelitian mereka tentang Schöningen. Pembicaranya adalah ahli geologi, paleontologi, arkeologi, hingga badan pemerintah yang mengelola Schöningen dan Paläon. Beberapa kali diskusi diselingi dengan debat panjang antara satu tim dengan tim lainnya, terkadang dalam Bahasa Jerman dengan nada tinggi (kata teman yang mengerti Bahasa Jerman, bukan bertengkar, cuma karena masalah aksen saja). Setelah konferensi selesai, kita berjalan kaki lagi ke situs untuk makan malam dengan menu bratwurst dan cold beer!
Hari 4 (14 April): Hari ini tim kami bertugas di pos wet sieving. Wet sieving adalah teknik untuk mendapatkan mikrofauna serta pecahan artefak, mineral, dan fosil berukuran kecil. Caranya adalah dengan menempatkan sedimen hasil galian ke bak atas dengan saringan besar, ketika disiram dengan air tekanan tinggi, sedimen akan pecah dan menyisakan serpihan-serpihan. Pecahan kecil akan masuk ke saringan halus di bak bawah. Sisa saringan halus ini kemudian dikumpulkan, dikeringkan di rumah kaca, kemudian dianalisis di bawah mikroskop. Meskipun pekerjaannya sederhana, namun mengangkat selang yang berat serta fokus mencari mikrofauna hasil saringan lumayan menyita tenaga. Andre, staf riset lab, menantang kami untuk menemukan gigi desman, sejenis tikus mondok yang menjadi kunci indikasi iklim purba. Gigi desman kecil dan rapuh, sehingga kami harus ekstra hati-hati saat mencuci dan menyekop sedimen. Andre menawarkan 100 euro bagi yang bisa menemukan desman di antara saringan tanpa harus dikeringkan terlebih dahulu. Challenge accepted!
Hari 5 (15 April): Hari ini tugas kami masih sama. Tidak ada temuan desman sama sekali, namun kami menemukan banyak tulang belakang ikan, pecahan kayu, dan tulang mamalia kecil. Siput air tawar banyak ditemukan, menguatkan bukti rekonstruksi Schöningen sebagai danau purba. Cuaca hari ini sangat cerah, sehingga kami bisa bekerja sambil sesekali refreshing menikmati pemandangan kawah tambang yang dalam di seberang. Malamnya, kami diundang oleh pemilik sebuah restoran untuk makan malam. Menunya adalah makanan khas Schöningen: pork schnitzel dengan cherry sauce! Schöningen dikenal dengan produk cherry-nya yang sangat beragam, salah satu primadonanya adalah cherry wine. Kadang kami suka mencari pohon cherry di hutan untuk dibawa pulang sebagai cemilan.
Hari 6 (16 April): Setelah bekerja setengah hari, kami pergi ke Paläon untuk melihat koleksi dan riset di sana. Arsitekturnya sangat modern, facade-nya terbuat dari kaca reflektif dan ruang eksibisinya benar-benar futuristik. Laboratoriumnya dilengkapi dengan mikroskop dan alat-alat keluaran terbaru. Sayangnya, karena letaknya yang sangat terpencil, jauh dari kota-kota besar, minimnya pengunjung dan sedikitnya staf museum membuat museum ini terlihat seperti art gallery pribadi. Bahkan sejak tahun 2019, ada diskusi alot tentang keberlanjutan museum ini, sebagian pihak menyarankan tetap menjadi lembaga independen, namun pihak lain menyarankan untuk bergabung di bawah universitas atau instansi pemerintah.
Hari 7 (17 April): Thijs akhirnyamenarik saya untuk ekskavasi di Schoningen III. Finally! Saya ditugaskan menggali kotak berukuran 2x2 m, melihat lapisan sedimen dan merekam objek yang tersingkap. Sedikit demi sedikit kami menggali dengan sekop, kemudian beralih ke kuas ketika menyentuh tulang atau artefak. Supervisor kami adalah salah seorang The Boys von Schöningen yang kurang lancar berbahasa Inggris, sehingga terkadang kami salah mengerti arahannya.
Hari 8 (18 April): Libur telah tiba! Setelah makan siang, kami diajak mengunjungi beberapa situs arkeologi di kota-kota sekitar Schöningen. Situs pertama adalah sebuah gundukan berisi makam yang dibangun pada Zaman Perunggu (2400-1900 atau 1600-1000 SM). Selanjutnya, kami mengunjungi museum arkeologi di Wolfenbüttel. Museum ini cukup menarik, karena memiliki banyak instalasi yang child friendly, hands-on activity (bisa membuat artefak batu sendiri!), dan juga rekonstruksi hunian manusia dari masa ke masa. Menjelang sore, kami melanjutkan perjalanan ke situs arkeologi terakhir, sebuah situs megalitik yang berfungsi sebagai makam. Sampai hari ini pun kami belum bisa move on dari indahnya pemandangan situs ini saat golden hour!
Hari 9-11 (19-21 April): Akhirnya tiba giliran saya bekerja di lab. Tugas hari ini adalah memisahkan fosil-fosil mikro dari sedimen yang dikeringkan, picking dan merekatkan fosilnya di sebuah papan. Sampel yang saya teliti didominasi oleh gigi reptil dan tulang belakang ikan, dan yang paling spesial....sayap serangga berwarna-warni! Karena lingkungan danau punya kondisi sempurna untuk mempreservasi hewan-hewan yang ringkih, temuan serangga ini tentunya sangat fenomenal.
Hari 12 (22 April): Kami menjadi semakin semangat dan optimistis karena di hari terakhir ini, kami belum berhasil menemukan satu fosil desman pun. Lima belas menit menuju bersih-bersih akhir, Andre tiba-tiba berteriak memanggil kami sambil menunjukkan sampel kecil di tangannya: rahang desman yang lengkap! Hilang sudah taruhan 100 euro, yang rencananya akan kami pakai untuk beli wine mahal untuk selebrasi hari terakhir! Well, meskipun bukan kami yang menemukan desman, setidaknya misi riset kami terpenuhi! Sebelum pulang, kami sempatkan berfoto untuk terakhir kalinya sambil mengenakan pakai kebesaran kami selama hampir dua minggu.
Serunya penelitian lapangan dengan tim kecil adalah bisa bonding dengan cepat dan terbuka satu sama lain tanpa beban...dan tanpa drama cinlok. Semprot-semprotan sampai basah kuyub ketika kerja (kemudian dilarang naik mobil sewaktu pulang), membuat palu batu dari roti (roti Jerman terkenal keras), nonton konser string quartet gratis tengah malam, kabur dari hostel untuk memetik cherry di hutan adalah sebagian kecil kejahilan kami untuk mengusir suntuk. Kadang, ketika mood kami sedang down, ada saja kejutan-kejutan kecil yang datang: telur burung menetas di dalam lemari, kadal yang tiba-tiba ada di pundak, lihat-lihat katalog baju kerja dengan model laki-laki Jerman yang hot, atau pesta bradwurst mendadak!
Menjadi arkeolog, paleontolog, dan geolog yang terjun ke lapangan punya banyak privilege yang patut dibanggakan: dapat akses ke storage museum dan melihat temuan spektakuler jauh dari keramaian turis, seharian menggali sambil jongkok dan tiarap sambil harap-harap cemas bisa dapat penemuan menarik, kotor-kotoran di lapangan tanpa takut dimarahi, pakai celana pendek bahkan buka baju sesuka hati. Lapangan dan alam terbuka seolah menjadi rumah kedua. Jadi setelah PSBB ini selesai, kemana lagi kita akan nge-lapang?
Referensi:
[2] Richter, D. & M. Krbetschek. 2015. The age of the Lower Paleolithic occupation at Schöningen. Journal of Human Evolution 89, 46-56.
[3] Serangeli et al. 2015. Overview and new results from large-scale excavations in Schöningen. Journal of Human Evolution 89, 27-45.
Comments